Pertanyaan mengenai artikel dan membutuhkan artikel yang belum ada silakan kirim email ke pemdeskarangasem@gmail.com

Thursday, July 25, 2013

11 (sebelas) Kepala Desa/Perbekel Diberhentikan

Untuk memenuhi persyarata sebagai Calon Anggota Legislatif sebanyak 11 (sebelas) Perbekel diberhentikan oleh Bupati Karangasem. Sebelas Perbekel tersebut yang sudah masuk DCS kini dengan tenang melenggang masuk daftar DCT.

Pemberhentian Bupati Karangasem tersebut di tanda tangani dan mulai berlaku tanggal 11 Juli 2013. Dalam SK Pemberhentian Perbekel tersebut juga diangkat 11 (sebelas) penjabat perbekel sementara yang akan bertugas maksimal setahun ke depan

berikut SK Pemberhentian Perbekel tersebut download file PDF di http://www.ziddu.com/download/22631934/SKBERHENTIPERBEKELCALEG2013.pdf.html

Sunday, June 2, 2013

Permendagri 37 Tahun 2007 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 37 TAHUN 2007 
TENTANG 
PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA 
MENTERI DALAM NEGERI,
Menimbang : 
Bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 212 pada Ayat (6) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa;
Mengingat : 
  1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang­Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493); 
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587); 
  3. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : 
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA.
BAB I 
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
  1. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut.
  2. Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggung-jawaban dan pengawasan keuangan desa.
  3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disingkat APBDesa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa, dan ditetapkan dengan peraturan desa.
  4. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa adalah Kepala Desa yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan desa.
  5. Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa yang selanjutnya disebut PTPKD adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa untuk melaksanakan pengelolaan keuangan desa.
  6. Bendahara adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, membayarkan dan mempertanggung-jawabkan keuangan desa dalam rangka pelaksanaan APBDesa.
  7. Rencana Pembangunan Jangka Pendek (tahunan) yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) adalah hasil musyawarah masyarakat desa tentang program dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk periode 1 (satu) tahun.
  8. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa yang selanjutnya disingkat RPJMDes adalah dokumen perencanaan desa untuk periode 5 (lima) tahun.
BAB II
AZAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Pasal 2
  1. Keuangan desa dikelola berdasarkan azas-azas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran;
  2. Pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas, dikelola dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
BAB III
KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Pasal 3
  1. Kepala Desa sebagai Kepala Pemerintah Desa adalah Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa dan mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan desa yang dipisahkan;
  2. Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas, mempunyai kewenangan:
a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa
b. menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang desa
c. menetapkan bendahara desa
d. menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa; dan
e. menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan barang milik desa.
  1. Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa, dibantu oleh Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD);
  2. Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) adalah Perangkat Desa, terdiri dari:
a. Sekretaris Desa; dan
b. Perangkat Desa lainnya.
  1. Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, bertindak selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dan bertanggung jawab kepada Kepala Desa.
  2. Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 5 mempunyai tugas:
  1. Menyusun dan melaksanakan Kebijakan Pengelolaan APBDesa.
  2. Menyusun dan melaksanaan Kebijakan Pengelolaan Barang Desa.
  3. Menyusun Raperdes APBDesa, perubahan APBDesa dan pertanggung jawaban pelaksanaan APBDesa.
  4. Menyusun Rancangan Keputusan Kepala Desa tentang Pelaksanaan Peraturan Desa tentang APBDesa dan Perubahan APBDesa.
  1. Kepala Desa menetapkan Bendahara Desa dengan Keputusan Kepala Desa.
BAB IV
STRUKTUR APBDesa

Pasal 4
  1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) terdiri dari:
a. Pendapatan Desa;
b. Belanja Desa; dan
c. Pembiayaan Desa.
  1. Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a di atas, meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa.
  2. Pendapatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas, terdiri dari:
  1. a. Pendapatan Asli Desa (PADesa);
  2. b. Bagi Hasil Pajak Kabupaten/Kota;
  3. c. Bagian dari Retribusi Kabupaten/Kota;
  4. d. Alokasi Dana Desa (ADD);
  5. e. Bantuan Keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Desa lainnya;
  6. f. Hibah;
  7. g. Sumbangan Pihak Ketiga.
  1. Belanja desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b di atas, meliputi semua pengeluaran dari rekening desa yang merupakan kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh desa.
  2. Belanja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 4 di atas, terdiri dari:
a. Belanja langsung, dan
b. Belanja tidak langsung
  1. Belanja Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat 5 huruf a, terdiri dari:
a. Belanja Pegawai;
b. Belanja Barang dan Jasa
c. Belanja Modal;
  1. Belanja Tidak Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat 5 huruf b, terdiri dari:
a. Belanja Pegawai/Penghasilan Tetap;
b. Belanja Subsidi;
c. Belanja Hibah (Pembatasan Hibah);
d. Belanja Bantuan Sosial;
e. Belanja Bantuan Keuangan;
f. Belanja Tak Terduga;
  1. Pembiayaan desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c di atas, meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
  2. Pembiayaan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (8) di atas, terdiri dari:
a. Penerimaan Pembiayaan; dan
b. Pengeluaran Pembiayaan.
  1. Penerimaan Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) di atas, mencakup:
a. Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya.
b. Pencairan Dana Cadangan.
c. Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan.
d. Penerimaan Pinjaman
  1. Pengeluaran Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) di atas, mencakup:
a. Pembentukan Dana Cadangan.
b. Penyertaan Modal Desa.
c. Pembayaran Utang
BAB V
PENYUSUNAN RANCANGAN APBDesa

Bagian Pertama
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMD) dan
Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa)

Pasal 5
  1. RPJMD untuk jangka waktu 5 (lima) tahun merupakan penjabaran dari visi dan misi dari Kepala Desa yang terpilih;
  2. Setelah berakhir jangka waktu RPJMD, Kepala Desa terpilih menyusun kembali RPJMD untuk jangka waktu 5 (lima) tahun;
  3. RPJMDesa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatas ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah Kepala Desa dilantik;
  4. Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menyusun RKPDesa yang merupakan penjabaran dari RPJMDesa berdasarkan hasil Musyawarah Rencana Pembangunan Desa;
  5. Penyusunan RKPDesa diselesaikan paling lambat akhir bulan Januari tahun anggaran sebelumnya.
Bagian Kedua
Penetapan Rancangan APBDesa

Pasal 6
  1. Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa berdasarkan pada RKPDesa;
  2. Sekretaris Desa menyampaikan rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa kepada Kepala Desa untuk memperoleh persetujuan;
  3. Kepala Desa menyampaikan rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas kepada BPD untuk dibahas bersama dalam rangka memperoleh persetujuan bersama;
  4. Penyampaian rancangan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 3 di atas, paling lambat minggu pertama bulan November tahun anggaran sebelumnya;
  5. Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di atas, menitikberatkan pada kesesuaian dengan RKPDesa;
  6. Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yang telah disetujui bersama sebelum ditetapkan oleh Kepala ,Desa sebagaimana dimaksud pada ayat 3 di atas, paling lambat 3 (tiga) hari kerja disampaikan kepada Bupati/Walikota untuk dievaluasi;
  7. Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa sebagaimana dimaksud ayat 2 diatas, ditetapkan paling lambat 1 (satu) bulan setelah APBD Kabupaten/ Kota ditetapkan.
Bagian Ketiga
Evaluasi Rancangan APBDesa

Pasal 7
  1. Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada pasal 6 ayat (7) diatas, harus menetapkan Evaluasi Rancangan APBDesa paling lama 20 (dua puluh) hari kerja;
  2. Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas, melampaui batas waktu dimaksud, Kepala Desa dapat menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa menjadi Peraturan Desa;
  3. Dalam hal Bupati/Walikota menyatakan hasil evaluasi Raperdes tentang APBDesa tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Kepala Desa bersama BPD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi;
  4. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa dan BPD, dan Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan Peraturan Desa dimaksud dan sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBDesa tahun anggaran sebelumnya;
  5. (5) Pembatalan Peraturan Desa dan pernyataan berlakunya pagu tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di atas, ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota;
  6. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) di atas, Kepala Desa harus memberhentikan pelaksanaan Peraturan Desa dan selanjutnya Kepala Desa bersama BPD mencabut peraturan desa dimaksud;
  7. Pencabutan peraturan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (6) di atas, dilakukan dengan Peraturan Desa tentang Pencabutan Peraturan Desa tentang APBDesa;
  8. Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBDesa tahun sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di atas, ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa.
Bagian Keempat
Pelaksanaan APBDesa

Pasal 8
  1. Semua pendapatan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa;
  2. Khusus bagi desa yang belum memiliki pelayanan perbankan di wilayahnya maka pengaturannya diserahkan kepada daerah;
  3. Program dan kegiatan yang masuk desa merupakan sumber penerimaan dan pendapatan desa dan wajib dicatat dalam APBDesa
  4. Setiap pendapatan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah;
  5. Kepala desa wajib mengintensifkan pemungutan pendapatan desa yang menjadi wewenang dan tanggungjawabnya;
  6. Pemerintah desa dilarang melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan desa;
  7. Pengembalian atas kelebihan pendapatan desa dilakukan dengan membebankan pada pendapatan desa yang bersangkutan untuk pengembalian pendapatan desa yang terjadi dalam tahun yang sama.
  8. Untuk pengembalian kelebihan pendapatan desa yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya dibebankan pada belanja tidak terduga;
  9. Pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) di atas, harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah;
Pasal 9
  1. Setiap Pengeluaran belanja atas beban APBDesa harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah;
  2. Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat pengesahan oleh Sekretaris Desa atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti dimaksud;
  3. Pengeluaran kas desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi peraturan desa;
  4. Pengeluaran kas desa sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak termasuk untuk belanja desa yang bersifat mengikat dan belanja desa yang bersifat wajib yang ditetapkan dalam peraturan kepala desa;
  5. Bendahara desa sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 10
  1. Sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya, merupakan penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk:
  1. menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil dari pada realisasi belanja;
  2. mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanjalangsung;
  3. mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan.
  1. Dana cadangan.
  1. Dana cadangan dibukukan dalam rekening tersendiri atau disimpan pada kas desa tersendiri atas nama dana cadangan pemerintah desa.
  2. Dana cadangan tidak dapat digunakan untuk membiayai kegiatan lain diluar yang telah ditetapkan dalam peraturan desa tentang pembentukan dana cadangan.
  3. Kegiatan yang ditetapkan berdasarkan peraturan desa sebagaimana dimaksud pada huruf b dilaksanakan apabila dana cadangan telah mencukupi untuk melaksanakan kegiatan.
BAB VI
PERUBAHAN APBDesa

Pasal 11
  1. Perubahan APBDesa dapat dilakukan apabila terjadi:
  1. Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran antar jenis belanja.
  2. Keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan.
  3. Keadaan darurat
  4. Keadaan luar biasa
  1. Perubahan APBDesa hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa.
  2. Perubahan APBDesa terjadi bila Pergeseran anggaran yaitu Pergeseran antar jenis belanja dapat dilakukan dengan cara merubah peraturan desa tentang APBDesa.
  3. Penggunaan SiLPA tahun sebelumnya dalam perubahan APBDesa, yaitu Keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA) tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan.
  4. Pendanaan Keadaan Darurat.
  5. Pendanaan Keadaan Luar Biasa.
  6. Selanjutnya Tata cara pengajuan perubahan APBDesa adalah sama dengan tata cara penetapan pelaksanaan APBDesa.
BAB VII
PENATAUSAHAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN
KEUANGAN DESA

Pasal 12
  1. Kepala Desa dalam melaksanakan penatausahaan keuangan desa harus menetapkan Bendahara Desa.
  2. Penetapan Bendahara Desa sebagaimana dimaksud ayat (1) diatas, harus dilakukan sebelum dimulainya tahun anggaran bersangkutan dan berdasarkan keputusan kepala desa;
Bagian Pertama
Penatausahaan Penerimaan
  1. Penatausahaan Penerimaan wajib dilaksanakan oleh Bendahara Desa;
  2. Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, menggunakan:
a. Buku kas umum;
b. Buku kas pembantu perincian obyek penerimaan;
c. Buku kas harian pembantu;
  1. Bendahara Desa wajib mempertanggungjawabkan penerimaan uang yang menjadi tanggungjawabnya melalui laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada Kepala Desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya;
  2. Laporan pertanggungjawaban penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di at;as, dilampiri dengan:
a. Buku kas umum
b. Buku kas pembantu perincian obyek penerimaan;
c. Bukti penerimaan lainnya yang sah.
Bagian Kedua
Penatausahaan Pengeluaran

Pasal 14
  1. Penatausahaan Pengeluaran wajib dilakukan oleh Bendahara Desa;
  2. Dokumen penatausahaan pengeluaran harus disesuaikan pada Peraturan Desa tentang APBDesa atau Peraturan Desa tentang Perubahan APBDesa melalui pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP);
  3. Pengajuan SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatas, harus disetujui oleh Kepala Desa melalui Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD);
  4. Bendahara Desa wajib mempertanggungjawabkan penggunaan uang yang menjadi tanggung jawabnya melalui laporan pertanggungjawaban pengeluaran kepada Kepala Desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya;
  5. Dokumen yang digunakan Bendahara Desa dalam melaksanakan penatausahaan pengeluaran meliputi:
a. Buku kas umum;
b. Buku kas pembantu perincian obyek pengeluaran;
c. Buku kas harian pembantu.
Bagian Ketiga
Pertanggungjawaban Penggunaan Dana

Pasal 15
(1) Laporan pertanggungjawaban pengeluaran harus dilampirkan dengan:
a. Buku kas umum
b. Buku kas pembantu perincian obyek pengeluaran yang disertai dengan bukti-bukti pengeluaran yang sah
c. Bukti atas penyetoran PPNjPPh ke kas negara.
BAB VIII
PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBDESA

Bagian Pertama

Penetapan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa

Pasal 16
  1. Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa dan Rancangan Keputusan Kepala Desa tentang Pertanggungjawaban Kepala Desa;
  2. Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatas, menyampaikan kepada Kepala Desa untuk dibahas bersama BPD;
  3. Berdasarkan persetujuan Kepala Desa dengan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas, maka Rancangan Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa dapat ditetapkan menjadi Peraturan Desa;
  4. Jangka waktu penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas, dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Bagian Kedua
Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBDesa

Pasal 17
  1. Peraturan Desa tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDesa dan Keputusan Kepala Desa tentang Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) di atas, disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui Camat;
  2. Waktu penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah Peraturan Desa ditetapkan.
BAB IX
PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA
 
Pasal 18
Alokasi Dana Desa berasal dari APBD Kabupaten/Kota yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10 % (sepuluh persen).

Bagian Pertama
Tujuan
 
Pasal 19
Tujuan Alokasi Dana Desa adalah:
  1. Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan;
  2. Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa dan pemberdayaan masyarakat;
  3. Meningkatkan pembangunan infrastruktur perdesaan;
  4. Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial;
  5. Meningkatkan ketrentaman dan ketertiban masyarakat; f. Meningkatkan pelayanan pada masyarakat desa dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat;
  6. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat;
  7. Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa).
Bagian Kedua
Pengelolaan Alokasi Dana Desa

Pasal 20
  1. Pengelolaan Alokasi Dana Desa merupakan satu kesatuan dengan pengelolaan keuangan desa.
  2. Rumus yang dipergunakan dalam Alokasi Dana Desa adalah:
  1. Azas Merata adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa yang sama untuk setiap desa, yang selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM).
  2. Azas Adil adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa berdasarkan Nilai Bobot Desa (BDx) yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu, (misalnya Kemiskinan, Keterjangkauan, Pendidikan Dasar, Kesehatan dll), selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP).
  1. Besarnya prosentase perbandingan antara azas merata dan adil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di atas, adalah besarnya ADDM adalah 60% ( enampuluh persen) dari jumlah ADD dan besarnya ADDP adalah 40% (empatpuluh persen) dari jumlah ADD.
Bagian Ketiga
Mekanisme Penyaluran dan Pencairan

Pasal 21
  1. Alokasi Dana Desa dalam APBD Kabupaten/Kota dianggarkan pada bagian Pemerintahan Desa;
  2. Pemerintah Desa membuka rekening pada bank yang ditunjuk berdasarkan Keputusan Kepala Desa;
  3. Kepala Desa mengajukan permohonan penyaluran Alokasi Dana Desa kepada Bupati c.q Kepala Bagian Pemerintahan Desa Setda Kabupaten melalui Camat setelah dilakukan verifikasi oleh Tim Pendamping Kecamatan;
  4. Bagian Pemerintahan Desa pada Setda Kabupaten akan meneruskan berkas permohonan berikut lampirannya kepada Kepala Bagian Keuangan Setda Kabupaten atau Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) atau Kepala Badan Pengelola Keuangan dan KekayaanjAset Daerah (BPKKjAD);
  5. Kepala Bagian Keuangan Setda atau Kepala BPKD atau Kepala BPKKj AD akan menyalurkan Alokasi Dana Desa langsung dari kas Daerah ke rekening Desa;
  6. Mekanisme Pencairan Alokasi Dana Desa dalam APBDesa dilakukan secara bertahap atau disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi daerah kabupatenjkota.
Bagian Keempat
Pelaksanaan Kegiatan

Pasal 22
  1. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang pembiayaannya bersumber dari ADD dalam APBDesa, sepenuhnya dilaksanakan oleh Tim Pelaksana Desa dengan mengacu pada Peraturan Bupati/Walikota;
  2. Penggunaan Anggaran Alokasi Dana Desa adalah sebesar 30% (tigapuluh persen) untuk belanja aparatur dan operasional pemerintah desa, sebesar 70% (tujuhpuluh persen) untuk biaya pemberdayaan masyarakat. Bagi Belanja Pemberdayaan Masyarakat digunakan untuk:
  1. Biaya perbaikan sarana publik dalam skala kecil.
  2. Penyertaan modal usaha masyarakat melalui BUMDesa. c. Biaya untuk pengadaan ketahanan pangan.
  3. Perbaikan lingkungan dan pemukiman.
  4. Teknologi Tepat Guna.
  5. Perbaikan kesehatan dan pendidikan.
  6. Pengembangan sosial budaya.
  7. Dan sebagainya yang dianggap penting.
Bagian Kelima
Pertanggungjawaban dan Pelaporan

Pasal 23
  1. Pertanggungjawaban ADD terintegrasi dengan pertanggungjawaban APBDesa, sehingga bentuk pertanggungjawabannya adalah pertanggung-jawaban APB Desa;
  2. Bentuk pelaporan atas Kegiatan-kegiatan dalam APB Desa yang dibiayai dari ADD, adalah sebagai berikut:
  1. Laporan Berkala, yaitu: Laporan mengenai pelaksanaan penggunaan dana ADD dibuat secara rutin setiap bulannya. Adapun yang dimuat dalam laporan ini adalah realisasi penerimaan ADD, dan realisasi belanja ADD;
  2. Laporan akhir dari penggunaan alokasi dana desa mencakup perkembangan pelaksanaan dan penyerapan dana, masalah yang dihadapi dan rekomendasi penyelesaian hasil akhir penggunaan ADD.
  1. Penyampaian Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui jalur struktural yaitu dari Tim Pelaksana Tingkat Desa dan diketahui Kepala Desa ke Tim Pendamping Tingkat Kecamatan secara betahap;
  2. Tim Pendamping Tingkat Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) membuat laporan/rekapan dari seluruh laporan tingkat desa di wilayah secara bertahap melaporkan kepada Bupati cq. Tim Fasilitasi Tingkat Kabupaten/Kota;
  3. Pembiayaan dalam rangka pelaksanaan tugas pendampingan maka Tim Pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di atas, dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota diluar dana Alokasi Dana Desa (ADD).
BABX
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 24 
  1. Pemerintah Provinsi wajib mengkoordinir pemberian dan penyaluran Alokasi Dana Desa dari Kabupaten/Kota kepada Desa;
  2. Pemerintah Kabupaten/Kota dan Camat wajib membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan desa.
Pasal 25

Pembinaan dan pengawasan pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 meliputi:
  1. Memberikan pedoman dan bimbingan pelaksanaan ADD;
  2. Memberikan bimbingan dan pelatihan dan penyelenggaraan keuangan desa yang mencakup perencanaan dan penyusunan APBDesa, pelaksanaan dan pertanggung-jawaban APBDesa;
  3. Membina dan mengawasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa;
  4. Memberikan pedoman dan bimbingan pelaksanaan adminsitrasi keuangan desa.
Pasal 26
Pembinaan dan pengawasan Camat sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 meliputi:
  1. Memfasilitasi administrasi keuangan desa;
  2. Memfasilitasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan asset desa;
  3. Memfasilitasi pelaksanaan ADD;
  4. Memfasilitasi penyelenggaraan keuangan desa yang mencakup perencanaan, dan penyusunan APBDesa, pelaksanaan dan pertanggung-jawaban APBDesa.
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 27
Pelaksanaan pengelolaan keuangan desa dilengkapi dengan format administrasi keuangan desa, sebagaimana terlampir dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri ini.

BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 28

Dengan berlakunya peraturan ini, semua ketentuan yang mengatur mengenai pengelolaan keuangan desa khususnya lampiran pada Model Buku Adminsitrasi Keuangan Desa dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2006 tentang Pedoman Administrasi Desa harus menyesuaikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan ini.

Pasal 29

Semua ketentuan yang mengatur mengenai Pengelolaan keuangan desa wajib menyesuaikan dengan berpedoman pada Peraturan ini paling lambat 6 (enam) bulan.

Pasal 30

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Ditetapkan dijakarta
pada tanggal 24 Juli 2007
MENTERI DALAM NEGERI a.i.,
ttd
                                                                                                    WIDODO AS.

Wednesday, May 22, 2013

Kepala Desa yang Mengundurkan diri Bertambah Lagi

Setelah perbekel Perbekel Tiyingtali dan Rendang sebagaimana postingan di http://pemdeskarangasem.blogspot.com/2013/05/kepala-desa-yang-mengundurkan-diri.html

 2 (dua) orang perbekel di Kabupaten Karangasem kembali mengundurkan diri dengan alasan untuk mengikuti proses pencalonan legislatif. Perbekel tersebut adalah Perbekel Pidpid dan Budakeling.

sebagaimana ketentuan yang belaku Bupati Karangasem mengeluarkan Surat Keterangan Pengunduran diri Perbekel tersebut sebagai kelengkapan administrasi di Komisi Pemilihan Umum (KPU)

untuk proses selanjutnya Pemerintah Kabupaten Karangasem akan memproses pengunduran diri tersebut melalui Surat Keputusan Bupati Karangasem tentang Pemberhentian dan Pengangkatan pejabat perbekel.

adapun pejabat perbekel tersebut akan bertugas sampai terpilihnya perbekel yang baru dan maksimal bertugas selama 1 (satu) tahun

Monday, May 13, 2013

Evaluasi APBDes Desa Ababi


HASIL EVALUASI RANCANGAN PERATURAN DESA ABABI
KECAMATAN ABANG


I.        PENDAPATAN DESA
a.      Pada Bantuan Keuangan dari Pemerintah Kabupaten/Kota, pada rekening 1.5.3.3.2. agar ditambahkan Belanja Modal.

II.        BELANJA DESA
a.     Belanja Bola Volly dan Net pada rekening 2.1.2.3.10 agar dipindahkan ke belanja barang yang diserahkan kepada pihak ketiga.
b.     Belanja untuk kegiatan Pesta Kesenian Bali, agar dipertegas untuk belanja kegiatan apa saja.
c.     Pada Belanja Modal pengadaan Komputer, anggarannya agar disesuaikan dengan petunjuk teknis Bantuan Keuangan Khusus dalam rangka penyusunan Profil Desa dan pada belanja modal agar ditambahkan pengadaan modem.   
d.     Belanja Modal pengadaan tanaman agar diperjelas untuk belanja apa, dan tempatnya bukan pada belanja modal pengadaan bangunan.
e.     Pada Belanja Hibah dan Bantuan Sosial agar dipastikan tidak diberikan secara berturut-turut.

III.      PEMBIAYAAN
a.      SILPA agar ditetapkan setelah perhitungan anggaran ditetapkan.

LAIN-LAIN

Sunday, May 12, 2013

Kepala Desa yang Mengundurkan Diri Bertambah

Berkenaan dengan proses pencalonan sebagai anggota legislatif, di Kabupaten Karangasem, kembali terdapat 2 (dua) orang Perbekel yang mengundurkan diri, yakni Perbekel Tiyingtali (Kecamatan Abang) dan Perbekel Rendang Kecamatan Rendang.

Sebagaimana Postingan sebelumnya di kabupaten Karangasem terdapat 8 (delapan) orang Perbekel yang mengundurkan diri dari jabatannya karena mengikuti proses pencalonan legislatif, yakni : http://pemdeskarangasem.blogspot.com/2013/04/nyalon-dewan-8-delapan-kepala-desa-di.html


Sehinga sampai dengan bulan Mei 2013 total perbekel/kepala desa yang mengundurkan diri dari jabatannya berjumlah 10 (sepuluh) orang. Sebagaimana ketentuan peraturan KPU, kepala desa/perbekel tersebut akan diberhentikan dengan surat pemberhentian dari Bupati Karangasem paling lambat tangal 1 Agustus 2013


NO KECAMATAN DESA
1 Bebandem Macang
2 Bhuana Giri
3 Kubu Kubu
4 Rendang Pesaban
5 Besakih
6 Karangasem Seraya
7 Seraya Barat
8 Abang Tribuana

Thursday, May 9, 2013

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 471.13/1826/SJ Perihal : Pemanfaatan e-KTP dengan Menggunakan Card Reader (Larangan Foto Copy KTP)



Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 471.13/1826/SJ

Perihal : Pemanfaatan e-KTP dengan Menggunakan Card Reader.

Ditujukan kepada:

1. Para Menteri/Kepala LPNK/Kepala Lembaga lainnya;
2. Kepala Kepolisian RI;
3. Gubernur Bank Indonesia/Para Pimpinan Bank;
4. Para Gubernur;
5. Para Bupati/Walikota.

di- SELURUH INDONESIA

SURAT EDARAN

Sesuai dengan amanat Pasal 63 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional (e-KTP), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2010, Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2011 dan Peraturan Presiden Nomor 126 Tahun 2012, dengan hormat disampaikan hal-hal sebagai berikut:
  1. Kelebihan yang mendasar dari e-KTP adalah bahwa didalam e-KTP tersebut dilengkapi dengan chip yang memuat biodata, pas photo, tanda tangan dan sidik jari penduduk, sehingga e-KTP dimaksud tidak dimungkinkan lagi dipalsukan/digandakan;
  2. Chip yang tersimpan didalam e-KTP hanya bisa dibaca dengan card reader (alat pembaca chip);
  3. Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga Perbankan dan Swasta wajib menyiapkan kelengkapan teknis yang diperlukan berkaitan dengan penerapan e-KTP termasuk card reader sebagaimana diamanatkan Pasal IOC ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2011

    Berdasarkan hal tersebut di atas dan agar e-KTP yang sudah dimiliki oleh Renduduk (masyarakat), dapat dimanfaatkan secara efektif, dengan hormat kami ingatkan kepada semua Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Kepala Lembaga lainnya, Kepala Kepolisian RI, Gubernur Bank Indonesia/Para Pimpinan Bank, Para Gubernur, Para Bupati/Walikota untuk :

1. Memfasilitasi semua unit kerja/badan usaha atau nama lain di jajaran masing-masing yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, dapat menyediakan card reader dalam waktu yang singkat, dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Penyediaan anggaran dan proses pengadaannya merupakan kewenangan dan tanggung jawab masing-masing Kementerian/Lembaga/Badan Usaha atau Nama Lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

b. Semua unit kerja/badan usaha atau nama lain yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, sudah memiliki card reader paling lambat akhir tahun 2013, dengan alasan KTP non elektronik terhitung sejak 1 Januari 2014 tidak berlaku lagi;

c. Agar card reader tersebut dapat digunakan untuk membaca chip e-KTP secara efektif, maka dalam persiapan pengadaannya, khususnya yang berkaitan dengan aspek teknis dikoordinasikan dengan Tim Teknis Pemanfaatan e-KTP, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri.

2. Supaya tidak terjadi kesalahan fatal dalam penggunaan e-KTP, maka diminta kepada semua Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Kepala Lembaga lainnya, Kepala Kepolisian RI, Gubernur Bank Indonesia/Para Pimpinan Bank, Para Gubernur, Para Bupati/Walikota, agar semua jajarannya khususnya unit kerja/badan usaha atau nama lain yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, bahwa e-KTP tidak diperkenankan di foto copy, distapler dan perlakuan lainnya yang merusak fisik e-KTP, sebagai penggantinya dicatat "Nomor Induk Kependudukan (NIK)" dan "Nama Lengkap"

3. Apabila masih terdapat unit kerja/badan usaha atau nama lain yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, masih memfoto copy, menstapler dan perlakuan lainnya yang merusak fisik e-KTP, akan diberikan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena sangat merugikan masyarakat, khususnya pemilik e-KTP.

Demikian atas perhatian dan kerjasama Saudara, kami ucapkan
Tembusan Yth:

1. Bapak Presiden Republik Indonesia (sebagai laporan);
2. Bapak Wakil Presiden Republlk:Indonesia;
3. Menteri Koordinator Bidang Polhukam;
4. Menteri Koordinator Bidang perekonomian;
5. Menteri Koordinator Bidang Kesra;
6. Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi;
7. Kepala Lembaga Sandi Negara;
8. Rektor Institut Teknologi Bandung.

terima kasih. Menteri Dalam Negeri
GAMAWAN FAUZI

Ini Maksud Kemendagri Larang Foto Copy KTP

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Dalam Negeri membantah kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) akan rusak jika difotokopi berkali-kali. "Tidak ada masalah e-KTP difotokopi berkali-kali," ujar Juru Bicara Kemendagri Reydonnyzar Moenek saat dihubungi pada Selasa 7 Mei 2013. 

Baca  Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 471.13/1826/SJ disini http://pemdeskarangasem.blogspot.com/2013/05/surat-edaran-menteri-dalam-negeri-no.html
 
Adapun maksud surat edaran menteri soal perlakuan e-KTP, dia menjelaskan, adalah kartu tersebut dilarang untuk distapler, dilubangi, dan difotokopi dalam kondisi sudah dilubangi atau distapler. "Perlakuan itu yang bisa merusak data di dalam kartunya," ujar dia menjelaskan.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi pada 11 April lalu mengeluarkan surat edaran yang berisi cara memperlakukan e-KTP. Dalam surat itu disebutkan, e-KTP tidak boleh difotokopi, distapler, dan diperlakukan hingga merusak fisik kartu. Bahkan di surat itu dituliskan unit kerja atau badan usaha yang memperlakukan e-KTP secara salah akan diberi sanksi.

Reydonnyzar menegaskan, surat edaran itu tujuannya bukan untuk menakut-nakuti masyarakat atau dunia usaha. Justru, katanya, kementerian mendorong perubahan perilaku pada masyarakat. "e-KTP kan sudah canggih, nanti masyarakat tidak perlu lagi memperbanyak kartu identitasnya dengan cara memfotokopi," ujarnya.

Selain itu, dia menambahkan, dunia usaha atau instansi pelayanan masyarakat akan bekerja secara lebih efisien. Instansi seperti bank, perkantoran pemerintah, atau badan apapun yang dalam operasionalnya memerlukan pencatatan data identitas masyarakat, cukup menggunakan alat pemindai untuk pencatatan. "Lebih efisien," kata dia.

Pada 1 Januari 2014 mendatang pemerintah telah menetapkan KTP manual tidak akan berlaku lagi, digantikan oleh e-KTP. Kementerian Dalam Negeri, ujar Reydonnyzar, sudah melakukan sosialisasi kepada dunia usaha untuk mengadakan alat pemindai e-KTP. Pengadaan alat pemindai itu menurut dia tidak dilakukan secara tender dan disebarkan oleh pemerintah. "Instansi yang butuh alat pemindai silakan beli sendiri, harganya paling Rp. 500 ribu," ujarnya.

Pemerintah menargetkan sepanjang 2013 hingga akhir tahun, banyak badan usaha dan unit kerja sudah bisa memiliki alat pemindai e-KTP. Alat ini berfungsi untuk membaca data identitas pemegang kartu dari chip yang terdapat di dalam e-KTP. Sejumlah kegiatan yang membutuhkan pencatatan identitas seperti perbankan dan pemerintahan, kata Reydonnizar, dipastikan wajib memiliki alat itu.